Lucunya, otak-otak dari ikan saja tahu cara menghargai proses. Sementara manusia yang merasa “paling benar” sering lupa, bahwa berpikir itu bukan tindakan musiman. Mereka sibuk memoles ego, memelihara rasa superior, dan lupa bagaimana cara menghargai orang lain—karena, ya, menganggap dirinya pusat semesta.
Sungguh ironis, otak buatan dari ikan bisa memberi kebahagiaan lewat rasa. Sementara otak asli pada manusia tertentu hanya menghasilkan omong kosong, ego meledak-ledak, dan kemampuan menghargai orang lain yang setipis daun pisang.
Jadi, kalau hidupmu hanya dipenuhi keakuan, rasa paling benar, dan hobi meremehkan,... mungkin kamu perlu belajar dari otak-otak: tenang, berguna, dan tidak ribut. Karena kadang, lebih baik jadi camilan di pinggir jalan daripada jadi manusia yang bikin kenyang orang lain... dengan kesabaran.